Jakarta (ANTARA) – Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Ir. Ronny Purwadi, M.T., Ph.D meluruskan isu di masyarakat mengenai sifat dari etanol, yang disebut-sebut korosif dan tidak baik untuk mesin.
“Etanol memang bersifat higroskopis, artinya bisa menyerap air. Tapi higroskopis bukan berarti korosif,” kata dia di Jakarta, Senin.
Hal ini diungkapkan Ronny menyusul rencana pemerintah untuk mengimplementasikan bahan bakar E10 mulai tahun depan, disusul kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai potensi etanol yang digadang-gadang korosif dan dapat merusak mesin kendaraan.
Namun, peneliti dengan fokus ahli teknologi pengolahan biomassa dan pangan tersebut menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya tepat dan perlu diluruskan.
Ia menjelaskan bahwa dalam campuran bahan bakar seperti E10, air yang masuk akan diserap oleh etanol, bukan oleh minyak. Namun, keberadaan air tidak serta-merta menyebabkan korosi.
Menurutnya, korosi hanya terjadi jika beberapa syarat terpenuhi, seperti bahan logam yang tidak dilapisi pelindung atau dibiarkan dalam kondisi lembap terus-menerus.
Ia mencontohkan bahwa air dalam botol minum stainless steel atau pipa yang dilapisi tidak serta-merta menyebabkan karat.
Baca juga: Guru Besar UB: Kandungan etanol BBM E10 berdampak mesin lebih bagus
“Hal-hal seperti itu yang memang tidak terekspos sehingga orang pikir higroskopis pasti korosi, belum tentu. Yang jelas kontak dengan air tidak selalu karatan, itu yang mungkin kita harus fair dalam hal mengamati itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kendaraan modern saat ini umumnya sudah dirancang untuk kompatibel dengan bahan bakar campuran seperti E10, bahkan campuran kadar etanol lebih tinggi.
“Kalau misalnya mobilnya sudah dipersiapkan dengan baik saya rasa tidak perlu takut.” tambahnya.
Selain isu korosi, peneliti tersebut juga menyoroti keuntungan lain dari penggunaan etanol, yakni rendahnya kandungan sulfur.
Berbeda dengan bensin yang berasal dari minyak bumi dan mengandung sulfur, etanol memiliki kadar sulfur yang sangat rendah. Oleh karena itu, pencampuran etanol dalam bensin, salah satunya produk E10, justru dapat membantu menurunkan total emisi sulfur yang dilepaskan.
Etanol, menurut Ronny, juga menghasilkan emisi CO2 yang rendah, serta tidak meninggalkan residu karbon padat.
“Di Brasil, etanol merupakan bahan bakar yang umum untuk kendaraan, 80 persen flexy-fuel vehicle, di Swedia ini juga sudah umum bahkan digunakan untuk bahan bakar transportasi umum, sedangkan di Amerika Seikat, Eropa, India, dan Thailand juga sudah menargetkan penggunaan E10,” imbuh Ronny.
Baca juga: Pakar: Penerapan E10 tidak berdampak pada penjualan kendaraan listrik
Dengan penjelasan ini, ia berharap masyarakat tidak langsung menganggap etanol berbahaya bagi mesin, melainkan memahami konteks teknisnya secara menyeluruh.
Pemerintah Indonesia sendiri tengah menyiapkan peta jalan penggunaan BBM E10 sebagai bagian dari transisi energi ramah lingkungan di Indonesia.
Lebih lanjut, beberapa pakar juga mengungkap bahwa kendaraan modern sudah dirancang untuk kompatibel dengan berbagai jenis bahan bakar, salah satunya etanol.
“Mobil produksi tahun 2000 ke atas, E10, E20, tidak masalah (kompatibel), karena sudah dirancang untuk itu. sedangkan di bawah tahun itu masih macam-macam, tergantung merek.” kata Peneliti ITB sekaligus Anggota Komite Teknis untuk Bahan Bakar dan Bioenergi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Prof. Dr. Eng. Ir. Iman K. Reksowardojo M. Eng.
Senada, Pakar Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu juga mengatakan implementasi terkait campuran etanol 10 persen (E10) ke dalam bahan bakar minyak (BBM), masih aman digunakan untuk kendaraan modern.
“Campuran etanol pada BBM 10 persen (E10) umumnya aman pada mesin mobil dan motor injeksi keluaran 2010 ke atas, karena material selang, seal, pompa, injektor, serta kalibrasi ECU sudah kompatibel, sehingga manfaatnya justru meningkatnya angka oktan, lebih tahan knocking, menurunkan emisi CO2,” kata Yannes.
Baca juga: Pakar nilai E10 langkah strategis perkuat kemandirian energi nasional
Baca juga: Pakar: BBM E10 tingkatkan efisiensi mesin hingga 30 persen
Baca juga: Pakar sebut kebijakan E10 jadi langkah konkret menuju energi hijau
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025